Kenali ragam
komplikasi diabetes
Dunia kedokteran
Selandia Baru baru-baru ini memperkenalkan pengobatan diabetes dengan
pencangkokan insulin dari sel hewan. Bisa jadi Prof. Bob Elliot dari Fakultas
Kedokteran Universitas Auckland merupakan orang pertama yang melakukan cara
itu.
Sel berasal dari hewan
babi ini ditandai dengan titik-titik di sekitar kelenjar pencerna utamanya
yakni pankreas. Dengan bahan seperti gel untuk mencegah kerusakan, sel ini
disuntikkan ke dalam rongga perut manusia yang hanya berlangsung 5 menit.
Satwa tersebut
terpilih sebagai donor karena setelah penelitiannya sejak 10 tahun lalu Elliot
berpendapat, donor ini dinilai paling bersahabat bagi tubuh manusia. Namun
diharapkan nantinya tidak hanya babi, tapi juga sapi yang bisa diambil selnya
untuk pengobatan kencing manis.
Pengobatan ini
diharapkan akan membantu jutaan penderita diabetes berat di dunia yang selalu
membutuhkan insulin. Sel-sel ini akan memproduksi sekitar seperempat insulin
dari yang dibutuhkan pasien, paling tidak 7 bulan setelah menerima pencangkokan
sel.
Sampai sekarang untuk
menanggulangi kekurangan insulin, cara yang masih dilakukan yakni dengan
menambah insulin dari luar. Padahal berbagai insulin sintetis yang selama ini
digunakan dinilai para ahli di Inggris tidak selalu menjamin keamanan. Apalagi
tahun 1994 lalu di negeri itu ditemukan seorang gadis kecil berusia 8 tahun
meninggal dalam tidurnya karena mengalami penurunan kadar gula (hipoglikemik)
secara drastis sehabis mendapatkan terapi insulin sintetis keluaran baru.
Rupanya, insulin buatan ini terlalu cepat menguras habis gula dalam darah
sehingga penderita mengalami koma akibat kehabisan zat gula.
Diakui, sejak
ditemukan insulin (obat yang dibuat dari hormon insulin alami) pada 1921 oleh
Frederick Banting dkk. dari Kanada, angka kematian, keguguran pada ibu
penderita diabetes, serta komplikasi akibat diabetes, memang menurun. Menyusul
kemudian tahun 1954 Franke dan Fuchs menemukan tablet OHO (obat hipoglikemik
oral) untuk menanggulangi diabetes.
Meski demikian,
menurut laporan terakhir WHO, di dunia kini terdapat sekitar 120 juta penderita
diabetes dan diperkirakan akan naik menjadi 250 juta pada tahun 2025. Kenaikan ini antara lain karena usia harapan hidup
semakin meningkat, diet kurang sehat, kegemukan, serta gaya hidup modern.
Di Indonesia, menurut
survai 1993, prevalensi penyakit diabetes di kota-kota besar: 6-20 tahun 0,26%,
usia di atas 20 tahun 1,43%, dan usia di atas 40 tahun 4,16%. Sedangkan di
pedesaan, usia di atas 20 tahun 1,47%. Diperkirakan jumlah seluruh penderita
diabetes di Indonesia sekitar 2,5 juta orang.
Sepintas, penyakit ini
tidak terlalu mencolok gejala maupun penderitaannya. Tapi, menurut dr. David Handoyo
Mulyoni, DSPD dari Klinik Medis Raden Saleh, Jakarta, kalau tidak hati-hati
(sehingga kadar gula jadi terlalu tinggi, hiperglikemia; atau terlalu rendah,
hipoglikemia) akan menimbulkan komplikasi yang berat.
Biang keladi dan
gejalanya
Orang Mesir pada tahun
1552 SM sudah mengenal penyakit yang ditandai dengan seringnya kencing dalam
jumlah banyak, penurunan berat badan cepat, dan rasa sakit. Pada tahun 400 SM seorang penulis India,
Sushrutha, menamai gejala penyakit ini honey urine disease (kencing madu).
Tahun 200 SM penyakit ini pertama kali disebut Diabetes mellitus (diabetes =
mengalir terus; mellitus = manis), DM.
Biang keladi DM
yang juga populer dengan sebutan kencing manis ini ialah kurang aktifnya
produksi hormon insulin dari sel kelenjar Langerhans pada organ pankreas.
Macetnya produksi ini bisa karena menyusutnya jumlah sel penghasil hormon
insulin sejak seseorang dilahirkan (bawaan; keturunan), serangan virus, atau
penyakit degeneratif. "Bahkan juga akibat penyakit autoimun," tambah
Paul Zakaria daGomez, dokter imunologi dari RSAB Harapan Kita, Jakarta (baca "ASI Mencegah
Diabetes").
Namun ada juga
orang yang mengidap DM meski insulinnya cukup. Ini karena reaksi tubuh terhadap
kehadiran insulin kurang efisien; tubuh tidak mampu mengoksidasi glukosa
menjadi energi. Keadaan ini biasanya menyerang orang setengah baya ke atas,
karena faktor degenerasi, kurang olahraga, kegemukan, dsb.
"Gejala akut DM
pada satu penderita dengan penderita lain memang tidak selalu sama," tegas
David. Namun, ada gejala khas yang sering kurang dirasakan seperti
terus-menerus lapar (polifagia), haus (polidipsia), serta banyak kencing
(poliuria). Dalam fase ini umumnya berat badan penderita terus naik, karena
jumlah insulin dalam tubuhnya masih mencukupi.
Bila dalam keadaan
demikian penyakit belum juga terdeteksi, akan timbul gejala yang disebabkan
kurangnya insulin. Pada tahap ini nafsu makan penderita mulai berkurang, kadang
kala disertai mual. Tapi penderita tetap doyan minum, banyak kencing, tapi
cepat merasa capek dan lemas. Berat badan pun menurun drastis (5-10 kg dalam
waktu 2-4 minggu).
"Bila tidak
diobati sesuai petunjuk dokter, penderita akan semakin sering merasa mual
diikuti muntah, bahkan bisa pingsan atau koma karena kadar gula terlalu tinggi
(umumnya melebihi 600 mg%)," David mengingatkan.
Sedangkan pada
diabetes kronis biasanya gejala timbul secara perlahan, antara lain berupa
sering kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk jarum, rasa tebal di
kulit, mudah kram, mengantuk, mata kabur, gatal sekitar kemaluan (terutama
wanita), gigi mudah goyah dan lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impoten.
Pada ibu hamil sering terjadi keguguran yang mengakibatkan kematian janin dalam
kandungan. Kalau bayi dilahirkan selamat pun berat lahir bayi lebih dari 4 kg.
Hipoglikemia lebih
berbahaya
Tidak mudah mengerem
angka penderita diabetes yang terus melaju, apalagi pada kasus bawaan. Namun yang lebih penting bagaimana mengupayakan agar
penderita bisa hidup seperti orang sehat: tetap produktif dan tidak menderita.
Caranya, dengan selalu menjaga agar terhindar dari komplikasi yang mungkin
terjadi, dengan mengikuti dan mempertahankan gaya hidup sehat.
Dr. David dalam
makalahnya pada suatu ceramah tentang diabetes beberapa waktu lalu, memberikan
angka komplikasi menahun (kronis) pada berbagai rumah sakit umum di kota-kota
besar di Jawa. Angka komplikasi tertinggi adalah penurunan kemampuan seksual
(50,9%). Selanjutnya, neuropati simtomatik atau komplikasi saraf (30,6%),
retinopati diabetik (penyempitan sampai kerusakan pembuluh darah mata (29,3%),
katarak (16,3%), TBC paru-paru (15,3%), hipertensi (12,8%), penyakit jantung
koroner, PJK, (10%), disusul gangren diabetik - ujung jari menghitam dan
menjadi borok - (3,5%).
Sedangkan dua macam
komplikasi akut yang sering terjadi, menurut David, adalah reaksi hipoglikemik
dan koma diabetik. Reaksi serentak oleh tubuh yang kekurangan gula ini adalah
rasa lapar, gemetar, keringat dingin, dan pusing. Dalam keadaan seperti ini,
penderita harus cepat diberi makanan berupa roti atau pisang. Jika masih belum
tertolong, berikan minuman teh manis satu atau dua gelas.
Sedangkan reaksi
hipoglikemik mendadak dengan tanda-tanda pingsan, biasanya akibat minum obat
antidiabetes yang dosisnya terlalu tinggi, terlambat makan, atau latihan fisik
yang berlebihan. Kalau demikian, si
penderita harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan serta
infus glukosa.
Yang tidak kalah
bahayanya bila sampai terjadi hiperglikemik akibat kadar glukosa dalam darah
terlalu tinggi. Gejalanya antara lain nafsu makan menurun drastis, haus luar
biasa, dan kencing banyak. Selanjutnya mual, muntah, napas cepat dan dalam. Ada
pula yang dibarengi panas badan. Jika mendapati pasien demikian, mesti langsung
dimintakan pertolongan darurat di rumah sakit terdekat.
Namun keadaan di mana
kadar gula darah terlalu rendah (koma hipoglikemia), menurut dr. da Gomez, jauh
lebih berbahaya daripada jika kadar gula darah terlalu tinggi (koma
hiperglikemia). Sebab, pada keadaan hipoglikemia jaringan otak mudah rusak dan
kerusakan jaringan saraf bersifat irreversible, tak terpulihkan.
Cegah kebutaan
Kalau komplikasi akut
datangnya mendadak, tidak demikian dengan komplikasi kronis yang sebenarnya
dapat dicegah. Komplikasi itu antara lain bisa berupa rambut yang mudah rontok.
Ini dapat diatasi dengan perawatan teratur menggunakan vitamin dan mineral
serta hair tonic.
Penderita DM mempunyai
kecenderungan 25 kali lebih mudah terserang kebutaan. Akibat kadar gula dalam
darah mendadak tinggi, lensa mata berubah cembung dengan keluhan pandangan mata
kabur. Kalau didiamkan, penderita akan sering mengeluh kacamatanya tak lagi
jelas. Tapi dengan
perawatan yang baik penglihatan akan pulih dalam waktu 2-4 minggu. Bila terjadi katarak, sebaiknya segera
dikonsultasikan ke dokter mata untuk kemungkinan operasi.
Dalam soal mata, yang
perlu diwaspadai ialah rasa sakit yang hebat di sekitar mata akibat
meningkatnya tekanan bola mata. Sebab itu merupakan salah satu pertanda
glaukoma - penglihatan secara berangsur-angsur menghilang dan menjadi buta jika
tidak diobati.
Umumnya retinopati
diabetik ini mengancam penderita DM yang sudah lama (10-15 tahun). Masalahnya,
terjadi penyempitan dan kebocoran pembuluh darah kapiler retina. Kebocoran ini
mengakibatkan perdarahan yang akan menutup sinar yang menuju retina. Penderita
DM dengan komplikasi retinopati memerlukan perawatan dan pengobatan secara
cermat, baik terhadap penyakit DM-nya maupun kondisi matanya yang perlu
pengawasan dokter mata. Pada stadium tertentu kelainan ini dapat diobati lewat
tembak laser.
Yang juga bisa terjadi
pada penderita DM menahun ialah gangguan pembengkakan organ telinga. Ini
menyebabkan pendengaran sering terasa mendenging. Kalau tidak dirawat dengan
baik, mudah rusak.
Kesehatan mulut juga
menuntut perhatian. Pada penderita DM menahun acap kali lidah menjadi lebih
besar atau terasa tebal. Ada kalanya timbul gangguan indera pengecapan. Keadaan
ludah pun sering lebih kental sehingga mulut terasa kering (xerostomia
diabetik). Atau sebaliknya, produksi ludah berlebihan (hipersalivasi diabetik).
Keadaan yang demikian bisa mengganggu kesehatan rongga mulut serta menimbulkan
bau mulut kurang sedap.
Gigi penderita DM
menahun gampang goyah atau lepas. Sedangkan gusinya mudah bengkak dan gampang
terkena infeksi. Karena itu kebersihan gigi dengan menggosoknya setiap kali
selesai makan dan mengontrolkannya secara berkala ke dokter gigi sangat
dianjurkan.
Lebih mudah kena PJK
Kontrol terhadap
kesehatan organ lain macam paru-paru, jantung, hati, ginjal, dan lambung pun
hendaknya jangan sampai dilupakan. Dibandingkan dengan orang sehat, penderita
DM dua kali lebih mudah terkena PJK sebab lebih mudah terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah koroner. Karena nutrisi dan oksigen yang diterima otot jantung
berkurang, kapiler jantung pun bisa gampang rusak.
Selain itu, penderita
DM punya kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal
atau mengidap batu ginjal (nefropati diabetik), bila kurang merawat diri. Ini
karena infeksi berulang serta penyempitan pembuluh darah kapiler dalam ginjal.
Saluran kencing pun
perlu perhatian karena kandung kemih melemah akibat otot polos serta saraf yang
memeliharanya mengalami gangguan. Sifat kontrol sarafnya sering ikut terganggu
sehingga air seni tanpa terasa keluar dengan sendirinya.
Pada pengidap DM
menahun, otot serta saraf lambungnya juga mudah terganggu akibat gangguan
proses pengosongan lambung dan makanan lebih lama tinggal di dalamnya. Bisa
terjadi komplikasi pada otot polos serta sistem saraf usus, khususnya usus
besar. Kadar glukosa tinggi dalam darah pun bisa menjadi bahan toksis sehingga
mudah merusak saraf penderita DM menahun.
Yang paling dicemaskan
penderita pria kalau sampai terjadi gangguan seksual dalam jangka waktu lama.
Bila sampai terjadi impotensi, menurut dr. David, tidak perlu diobati dengan
suntikan hormon seks pria (testosteron) karena biasanya hormon testoteron pada
penderita DM masih normal. Yang rusak hanya sarafnya.
Gangren (kematian dan
pembusukan jaringan) pada kaki juga merupakan komplikasi yang ditakuti. Untuk
menghindarinya, penderita sebaiknya setiap hari tidak lupa memeriksa kakinya.
Gosok kaki dengan minyak perawatan kaki untuk menjaga kulit tetap lunak, tidak
kering. Hindari menyikat, mengiris kulit kaki, memotong kuku terlalu pendek
sebab akan lebih memudahkan terjadinya infeksi.
Sumber: indomedia.com,
oleh Nanny Selamihardja.