Mengenali Gejala Jantung Koroner
Tak cuma nyeri dada, penyakit jantung koroner juga memiliki gejala khas
lainnya. Anda perlu mengenalinya. Jangan sepelekan nyeri dada! Apalagi jika
nyeri itu Anda rasakan di bagian tengah dada dan menjalar ke lengan kiri atau
leher, bahkan menembus ke punggung. Perlu Anda tahu, nyeri dada merupakan
keluhan yang paling sering dirasakan oleh penderita penyakit jantung koroner
(PJK).
Seperti dikatakan
dokter Yoga Yuniadi SpJp, spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit
Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, nyeri dada yang disebut juga
angina pectoris bukanlah satu-satunya gejala PJK. Penyakit mematikan ditandai
pula oleh penjalaran nyeri hingga ke lengan kiri, leher, bahkan menembus ke
punggung. 'Nyeri dada khas PJK timbul hanya ketika melakukan aktivitas fisik
dan akan berkurang jika istirahat,' lanjut Yogi.
Itu sebabnya, orang
seringkali mengabaikan nyeri ini karena dianggap hanya gejala sakit biasa.
Padahal, jika tak segera ditindaklanjuti, gejala ini akan memicu serangan
jantung tiba-tiba (infark miokard akut) dan dapat menimbulkan kematian. Selain
gejala-gejala di atas, dapat pula timbul gejala penyerta seperti keluar
keringat dingin dan munculnya rasa mual. Sayangnya, pemahaman masyarakat
terhadap PJK masih kurang. Data menunjukkan, sekitar 50 persen kasus
meninggalnya penderita penyakit jantung disebabkan oleh kurang pahamnya si
penderita dan orang-orang terdekatnya terhadap penyakit ini sehingga penderita
tidak sempat dibawa ke rumah sakit.
Saat ini, PJK
merupakan salah satu penyebab utama kematian. Di Indonesia, jumlah penderitanya
pun terus bertambah. Salah satu sebabnya, adalah telah terjadi perubahan pola
hidup, terutama konsumsi makanan yang cenderung kurang sehat. Selain itu,
tekanan lingkungan kerja yang menyebabkan stres berkepanjangan juga
meningkatkan risiko munculnya PJK.
Apa itu PJK
PJK adalah penyempitan
atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah
koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat
makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh. Pasokan zat
makanan dan darah ini harus selalu lancar karena jantung bekerja keras tanpa
henti. Pembuluh darah koronerlah yang memiliki tugas untuk memasok darah ke
jantung. Tentu saja, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan
antara pasokan dan pengeluaran.
'Jika pembuluh darah
koroner tersumbat atau menyempit, maka pasokan darah ke jantung pun akan
berkurang. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan
zat makanan dan oksigen,' jelas Yoga, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran (Unpad) 1989. Menurutnya, makin besar prosentase penyempitan
pembuluh koroner, makin berkurang aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbullah
nyeri dada.
Ada beberapa hal yang
menjadi faktor risiko PJK. Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes
mellitus, merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan dislipidemia adalah faktor
risiko yang dapat diubah (modifiable). Artinya, Anda dapat melakukan
tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya faktor-faktor risiko di atas agar
terhindar dari PJK.
Karena itu, bila Anda
menderita hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah sampai pada
tingkat yang aman. Hindari pula makanan yang banyak mengandung kolesterol.
'Periksakan kadar kolesterol Anda secara rutin dan capailah target kadar
kolesterol darah yang sehat.' Jangan lupa pula, olahraga yang teratur dan
terukur. Dalam hal ini, yang paling dianjurkan adalah olahraga yang bersifat
aerobik.
Di samping faktor
risiko yang dapat diubah, ada pula faktor risiko yang tidak dapat diubah
(inmodifiable). Termasuk dalam faktor risiko yang tak dapat diubah adalah jenis
kelamin pria, usia (di atas 40 tahun), dan riwayat keluarga dengan PJK. Walau
begitu, bukan berarti wanita terbebas sepenuhnya dari risiko PJK. 'Di Amerika,
kematian mendadak akibat PJK justru sebagian besar terjadi pada wanita,' kata
Yoga. Pada usia muda, memang lebih sedikit wanita yang terkena PJK. Namun, pada
wanita yang berusia 65 tahun lebih atau wanita di usia menopause, besarnya
risiko untuk terkena PJK sama dengan pria. Risiko PJK yang lebih tinggi akan
dialami pula oleh wanita yang berusia di atas 35 tahun dengan kebiasaan
merokok.
Makin dini, makin baik
Secara umum, spektrum
PJK dibagi menjadi dua yaitu spektrum stabil dan tidak stabil (kegawatan). Pada
spektrum stabil, kata Yoga, gejala baru timbul ketika terjadi peningkatan
aktivitas. 'Ini dapat dicegah dengan melakukan perubahan gaya hidup. Berhenti
merokok misalnya atau rajin berolahraga.' Terhadap penderita PJK pada spektrum
stabil ini biasanya diberikan obat.
Pada penderita PJK
spektrum tidak stabil, nyeri dada muncul bahkan pada saat beristirahat.
Nyerinya pun dapat terjadi selama 15 menit, dan nyeri itu biasanya tetap terasa
meski telah diberi obat. Menurut ayah tiga anak ini, yang perlu dilakukan saat
seseorang terkena serangan jantung adalah segera hentikan aktivitas,
dibaringkan, ditenangkan, dan dilonggarkan pakaiannya. Untuk menyelamatkan
penderita jantung, kata Yogi, segera bawa ke rumah sakit agar dapat dilakukan
upaya pembukaan kembali sumbatan arteri koroner yang terjadi (reperfusi). 'Ingat, time is muscle. Artinya, makin dini penanganannya, makin
banyak otot jantung yang bisa diselamatkan.'
Reperfusi dapat dilakukan dengan
menggunakan obat tromboliosis atau penghancur gumpalan darah atau memakai cara
mekanis yaitu dengan intervensi kateterisasi jantung yang disebut Percutaneous
Ballon Angioplasty (PTCA) melalui peniupan (balloning) atau pemasangan
penyangga (stent). Selain itu, dapat pula dilakukan operasi by pass atau
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) dengan memasang pembuluh darah pintas
(bypass grafting) pada pembuluh koroner jantung yang sempit atau tersumbat
(baca boks). CABG merupakan merupakan bedah jantung koroner yang prosesnya
lebih cepat. Bahkan, beberapa
pasien dapat dibangunkan di kamar operasi.
Sumber: Republika.co.id, oleh: gwaspada